Sedih ku malam ini melebihi kesedihan yang ku alami selama
ini. Baru kali ini aku benar2 merasakan tidak dianggap penting oleh pacar ku
sendiri. Aku bersama nya, tapi aku tak milikinya. Bukan aku tak mau milikinya
seutuhnya, tapi dia sendiri yang membatasi dirinya agar diriku tak dapat miliki
dirinya seutuhnya.
Aku sendiri tak mengerti kenapa dia lakukan itu padaku.
Kurasa-rasa aku tak pernah punyai salah apa-apa padanya. Membuatnya merasakan
ketidaknyamanan pada diriku pun tidak, kecuali kalo aku lagi ngomel-ngomel.
Tapi itu pun jarang ku lakukan.
Aku tak berharap lebih darinya, hanya sedikit perhatiannya
saja itu lebih dari cukup untuk ku. Dan kesediannya untuk berbagi sesuatu pada
ku, adalah harapan terbesarku dalam menempuh tiga bulan hubungan ku dengannya.
Tapi itu sama sekali tak dilakukannya.
Malam ini, pertengkaran yang tak pernah kami harapkan pun
terjadi. Sebenarnya aku sama sekali tak punya maksud untuk melakukan itu.
Semuanya terjadi secara tidak sengaja. Aku lepas kendali. Aku ungkapkan semua
kekesalan ku pada nya akan sikapnya selama ini padaku.
Semua nya meluncur begitu saja. Tak ada yang tertutupi sama
sekali.
Tak ada tanggapan berarti dari semua kekesalan ku, aku makin
menjadi. Makin tak terkendali emosi ku. Telpon langsung kumatikan.
Dengan perasaan dongkol, ku buka facebook. Sama sekali tak
ku sangka, dy langsung update status.
“ditelpon kq malah jengkel2, njaluk mu opo?”
Langsung aj tak koment, minta tlp lg.
q langsung smz dy minta tlp lg
tp g d tanggepin
smz lg sambil minta maaf
baru di tlp
dy masih diem. G ngmg ap2
bngng sndr
q jadi nangis
antara sedih, marah, kesel, entah apa lagi. Semuanya campur
aduk jadi satu.
Aku Cuma bisa bilang, “tau g sih, gra2 km q nangis gini.”
Seperti biasa, dia langsung kalang kabut kalo aku nangis.
Dia tanya mau ku apa.
Disini aku bingung banget harus jawab apa. Tapi disisi lain
aku juga sebel. Kenapa itu yang harus dia tanyakan? Apa ungkapan kekesalanku
tadi sama sekali tak ada yang didengarnya? Apa memang dia tak bisa mencari
jalan keluar sendiri? Dimana rasa perhatiannya pada ku?
Makin sakit hati ini mendengar nya, aku jawab aj. “kenapa
malah tanya ke aq? Aku kaya gini karena kamu. Harusnya kamu tau kamu harus
ngapaen.”
Cuma kata maaf yang terus terucap dari bibirnya. Makin kesal
aku di buatnya. Dia sama sekali tak bisa berfikir jernih. Tadi ia habis
berantem m ibu, skrg m aq. Kasihan jg.
‘ia ud lah, percuma aj’ ucap ku dalam hati.
“ia ud yank, lupa’j semua nya. Q ud gpp kok” ucap ku seceria
mungkin untuk mengakhiri semua ini.
“kamu beneran gpp? Ud donk, jangan nangis lagi, maaf banget
yank buat semuanya.” Pintanya.
“aku ud g nangis kok”. Jawab ku dengan nada paling ceria
yang bisa ku lakukan dengan menahan air mata yang sebenarnya ingin terus menetes.
“g nangis gimana? Orang masih nangis gitu kok,”
“mana?” aku masih tetap mencoba menyembunyikan perasaan ku.
“ituhh”
“orang g kok, km kta shapa aku masih nangis?”
“kata perasaan ku.”
Degggg...... seperti tersambar petir.
‘Apa begitu kuat perasaannya padaku? Hingga ia mampu
merasakan apa yang kurasa kini?’ tanya ku dlam hati
Masih mencoba membohonginya, “perasaan mu salah tuh. Udah
sana km tidur aj. Dari tadi kamu uda ngantuk kn? Ud sana, aku q gpp kq”
“aku g bisa tidur klo km masih nangis”
“sayang, aq ud g nangis” aku terus meyakinkannya.
“ia ud, kamu tidur juga sana” pintanya.
“g bisa tidur”
“knp?”
“gtau”
“mikirin ap?”
“gtau”
“ambil wudhu?” saran 1
“g mempan”
“baca surat al ikhlas 3x, al falaq, an nass, al fatehah n
dzikir?” saran 2
“sama aj”
“jgn mkrin mcem2”
“q g mikirin ap2”
“terus kenapa masih g bisa tidur”
“g tau, ud sana kalo km mau tidur, tidur aj. Q ud gpp”
“beneran?”
“ia”
“ia ud, assalammualaiakum”
“waalaikum salam”, akhirnya . . . .
Cape juga ngadepin dia.
Keras kepala? Memang.
Tapi aku sayang dia
Dalam percakapan tadi,sempat dia mengatakan sesuatu yang
benar2 membuat ku sangat sakit.
Tepatnya dibagian mana, aku lupa.
“sebenere tiap kali habis telpon kamu aku tuh nangis. Aku
marah m diriku sendiri kenapa aku g bisa berbagi sama kamu. Padahal ada banyak
hal yang ingin aku ceritakan sama kamu. Tapi aku g bisa nyeritain itu ke kamu.
Kamu kan kalo pikiran dikit mesti sakit. Ud kuliah mu berat, ditambah kalo
nanti ikut mikirin masalah ku. Aku g mau bikin kamu menderita karena aku.”
‘so sweetz’ ucap ku dalam hati. Tapi disisilain, aku teramat
sangat kesal mendengar itu.
“sebelumnya aku mau tanya. Kamu anggap aku sebagai apa?”
sambil menahan amarah ku, ku tanyakan itu padanya.
“pacar”
“terus kenapa kamu bersikap gitu ke aku? Kalo kamu terus
gitu, sama aja kamu g anggep aku sebagai pacar kamu. Aku bukan apa2 di mata
kamu.”
“maaf ynk, aku Cuma g mau kamu sakit karena ikut mikirin
masalah ku ini”
“kalo mikirnya terus gitu, berarti kamu belum kenal aku
sepenuhnya. Apa aku selemah itu di mata mu? Kapan kamu bisa lebih ngerti aku ?”
“maaf yank,”
“aku Cuma mau, kamu buang jauh2 pikiran itu dari otak mu
kalo emang kamu anggep aku pacar kamu. Tapi kalo kamu masih tetap gitu, berarti
kamu emang g bener2 sayang sama aku. Baru kali ini aku punya pacar kaya gini.”
Dan ada lagi percakapan lain, “aku tau kamu orangnya cuek,
cuek banget malah. Tapi apa harus secuek ini sama aku? Cuek mu itu keterlaluan?
Apa g bisa kamu perhatian dikit sama aku?”
Entah setan apa yang merasuki ku malam ini hingga ku
ungkapkan itu semua padanya.
Membuatnya semakin merasa bersalah.
Tapi jika tidak ku lakukan ini, kapan dia bisa mengerti
kesalahannya?
Aku bukan patung. Aku tetaplah manusia yang butuh cinta,
kasih sayang dan tentunya perhatian.
Jika itu tak ku dapat dari kekasihku sendiri, lantas aku
harus mendapatkannya dari siapa? Apa aku harus memintanya pada orang lain yang
juga punya perasaan pada ku? Jika aku ini masih aku yang dulu, akan ku lakukan
itu. Tak akan aku pedulikan perasaan kekasihku. Meski pun aku kan
ditinggalkannya, aku tak peduli. Toh nyatanya dia sendiri yang membuat ku untuk
melakukan semua ini.
Tapi kini, aku telah berubah.
Meski perih. Akan tetap ku jalani semua ini dengan penuh
kesabaran dan ketabahan.
Aku harap, dia lah yang terakhir untuk ku dan tak akan
pernah ada yang lain lagi. Selain karena aku memang telah benar2 menyaynginya.
Aku juga tak mau mengecewakan banyak orang, untuk kesekian kalinya.
Aku harus bertahan. Sebelum dia mematikan telepon, dia sudah
sedikit agak merubah sikapnya menjadi lebih perhatian pada ku. Aku harap itu
tak hanya terjadi saat itu saja. Tapi juga seterusnya.
Dia masih tetap tidak perhatian seperti dulu, tidak masalah
bagiku. Asalkan dia tidak terlalu banyak diam saat telpon maupun bertemu dengan
ku. Itu membuat ku makin serba salah di depannya.
Karena ku tau, kediamannya itu bukan diam yang biasa. Tapi
diam yang menyimpan banyak hal. Tapi aku tak kuasa untuk membuatnya
mengungkapkan semua nya pada ku. Meski aku mau, aku tetap tak bisa. Aku tak mau
memaksa. Karena aku juga tak ingin dipaksa.
Aku biarkan saja. Semakin lama semakin diam saja. Semakin
serba salah pula aku di depannya.
Makin memikirkan ini, makin pilu perasaan ku. Air mata ini
menetes semakin derasnya. Tak dapat ku bendung alirannya.
Membasahi pipi.
Mengusik hati.
Pedih memikirkan mu.
Mencoba untuk tak memikirkan, tak bisa. Kau selalu hadir
dalam tiap hembus nafasku.
Kau hidupku.
Kau yang membuatku merasakan berartinya aku ada di dunia
ini.
Hanya kau yang ku mau ada untuk ku, temani setiap langkah
hidupku.
Merajut kisah penuh kasih.
Menghadirkan ada disetiap mimpi.
Dan Bila kau bisa merasakan apa yang ku rasakan, tak akan
pernah kau lakukan ini padaku.
Dan bila kau jadi aku, akan kau rasakan betapa berharganya
dirimu bagiku.
No comments:
Post a Comment