Saturday, November 17, 2012

dalam diamnya cinta


Sedih ku malam ini melebihi kesedihan yang ku alami selama ini. Baru kali ini aku benar2 merasakan tidak dianggap penting oleh pacar ku sendiri. Aku bersama nya, tapi aku tak milikinya. Bukan aku tak mau milikinya seutuhnya, tapi dia sendiri yang membatasi dirinya agar diriku tak dapat miliki dirinya seutuhnya.
Aku sendiri tak mengerti kenapa dia lakukan itu padaku. Kurasa-rasa aku tak pernah punyai salah apa-apa padanya. Membuatnya merasakan ketidaknyamanan pada diriku pun tidak, kecuali kalo aku lagi ngomel-ngomel. Tapi itu pun jarang ku lakukan.
Sebenernya apa salah ku hingga dia lakukan itu padaku?
Aku tak berharap lebih darinya, hanya sedikit perhatiannya saja itu lebih dari cukup untuk ku. Dan kesediannya untuk berbagi sesuatu pada ku, adalah harapan terbesarku dalam menempuh tiga bulan hubungan ku dengannya. Tapi itu sama sekali tak dilakukannya.
Malam ini, pertengkaran yang tak pernah kami harapkan pun terjadi. Sebenarnya aku sama sekali tak punya maksud untuk melakukan itu. Semuanya terjadi secara tidak sengaja. Aku lepas kendali. Aku ungkapkan semua kekesalan ku pada nya akan sikapnya selama ini padaku.
Semua nya meluncur begitu saja. Tak ada yang tertutupi sama sekali.
Tak ada tanggapan berarti dari semua kekesalan ku, aku makin menjadi. Makin tak terkendali emosi ku. Telpon langsung kumatikan.
Dengan perasaan dongkol, ku buka facebook. Sama sekali tak ku sangka, dy langsung update status.
“ditelpon kq malah jengkel2, njaluk mu opo?”
Langsung aj tak koment, minta tlp lg.
q langsung smz dy minta tlp lg
tp g d tanggepin
smz lg sambil minta maaf
baru di tlp
dy masih diem. G ngmg ap2
bngng sndr
q jadi nangis
antara sedih, marah, kesel, entah apa lagi. Semuanya campur aduk jadi satu.
Aku Cuma bisa bilang, “tau g sih, gra2 km q nangis gini.”
Seperti biasa, dia langsung kalang kabut kalo aku nangis.
Dia tanya mau ku apa.
Disini aku bingung banget harus jawab apa. Tapi disisi lain aku juga sebel. Kenapa itu yang harus dia tanyakan? Apa ungkapan kekesalanku tadi sama sekali tak ada yang didengarnya? Apa memang dia tak bisa mencari jalan keluar sendiri? Dimana rasa perhatiannya pada ku?
Makin sakit hati ini mendengar nya, aku jawab aj. “kenapa malah tanya ke aq? Aku kaya gini karena kamu. Harusnya kamu tau kamu harus ngapaen.”
Cuma kata maaf yang terus terucap dari bibirnya. Makin kesal aku di buatnya. Dia sama sekali tak bisa berfikir jernih. Tadi ia habis berantem m ibu, skrg m aq. Kasihan jg.
‘ia ud lah, percuma aj’ ucap ku dalam hati.
“ia ud yank, lupa’j semua nya. Q ud gpp kok” ucap ku seceria mungkin untuk mengakhiri semua ini.
“kamu beneran gpp? Ud donk, jangan nangis lagi, maaf banget yank buat semuanya.” Pintanya.
“aku ud g nangis kok”. Jawab ku dengan nada paling ceria yang bisa ku lakukan dengan menahan air mata yang sebenarnya ingin terus menetes.
“g nangis gimana? Orang masih nangis gitu kok,”
“mana?” aku masih tetap mencoba menyembunyikan perasaan ku.
“ituhh”
“orang g kok, km kta shapa aku masih nangis?”
“kata perasaan ku.”
Degggg...... seperti tersambar petir.
‘Apa begitu kuat perasaannya padaku? Hingga ia mampu merasakan apa yang kurasa kini?’ tanya ku dlam hati
Masih mencoba membohonginya, “perasaan mu salah tuh. Udah sana km tidur aj. Dari tadi kamu uda ngantuk kn? Ud sana, aku q gpp kq”
“aku g bisa tidur klo km masih nangis”
“sayang, aq ud g nangis” aku terus meyakinkannya.
“ia ud, kamu tidur juga sana” pintanya.
“g bisa tidur”
“knp?”
“gtau”
“mikirin ap?”
“gtau”
“ambil wudhu?” saran 1
“g mempan”
“baca surat al ikhlas 3x, al falaq, an nass, al fatehah n dzikir?” saran 2
“sama aj”
“jgn mkrin mcem2”
“q g mikirin ap2”
“terus kenapa masih g bisa tidur”
“g tau, ud sana kalo km mau tidur, tidur aj. Q ud gpp”
“beneran?”
“ia”
“ia ud, assalammualaiakum”
“waalaikum salam”, akhirnya . . . .
Cape juga ngadepin dia.
Keras kepala? Memang.
Tapi aku sayang dia
Dalam percakapan tadi,sempat dia mengatakan sesuatu yang benar2 membuat ku sangat sakit.
Tepatnya dibagian mana, aku lupa.
“sebenere tiap kali habis telpon kamu aku tuh nangis. Aku marah m diriku sendiri kenapa aku g bisa berbagi sama kamu. Padahal ada banyak hal yang ingin aku ceritakan sama kamu. Tapi aku g bisa nyeritain itu ke kamu. Kamu kan kalo pikiran dikit mesti sakit. Ud kuliah mu berat, ditambah kalo nanti ikut mikirin masalah ku. Aku g mau bikin kamu menderita karena aku.”
‘so sweetz’ ucap ku dalam hati. Tapi disisilain, aku teramat sangat kesal mendengar itu.
“sebelumnya aku mau tanya. Kamu anggap aku sebagai apa?” sambil menahan amarah ku, ku tanyakan itu padanya.
“pacar”
“terus kenapa kamu bersikap gitu ke aku? Kalo kamu terus gitu, sama aja kamu g anggep aku sebagai pacar kamu. Aku bukan apa2 di mata kamu.”
“maaf ynk, aku Cuma g mau kamu sakit karena ikut mikirin masalah ku ini”
“kalo mikirnya terus gitu, berarti kamu belum kenal aku sepenuhnya. Apa aku selemah itu di mata mu? Kapan kamu bisa lebih ngerti aku ?”
“maaf yank,”
“aku Cuma mau, kamu buang jauh2 pikiran itu dari otak mu kalo emang kamu anggep aku pacar kamu. Tapi kalo kamu masih tetap gitu, berarti kamu emang g bener2 sayang sama aku. Baru kali ini aku punya pacar kaya gini.”
Dan ada lagi percakapan lain, “aku tau kamu orangnya cuek, cuek banget malah. Tapi apa harus secuek ini sama aku? Cuek mu itu keterlaluan? Apa g bisa kamu perhatian dikit sama aku?”

Entah setan apa yang merasuki ku malam ini hingga ku ungkapkan itu semua padanya.
Membuatnya semakin merasa bersalah.
Tapi jika tidak ku lakukan ini, kapan dia bisa mengerti kesalahannya?
Aku bukan patung. Aku tetaplah manusia yang butuh cinta, kasih sayang dan tentunya perhatian.
Jika itu tak ku dapat dari kekasihku sendiri, lantas aku harus mendapatkannya dari siapa? Apa aku harus memintanya pada orang lain yang juga punya perasaan pada ku? Jika aku ini masih aku yang dulu, akan ku lakukan itu. Tak akan aku pedulikan perasaan kekasihku. Meski pun aku kan ditinggalkannya, aku tak peduli. Toh nyatanya dia sendiri yang membuat ku untuk melakukan semua ini.
Tapi kini, aku telah berubah.
Meski perih. Akan tetap ku jalani semua ini dengan penuh kesabaran dan ketabahan.
Aku harap, dia lah yang terakhir untuk ku dan tak akan pernah ada yang lain lagi. Selain karena aku memang telah benar2 menyaynginya. Aku juga tak mau mengecewakan banyak orang, untuk kesekian kalinya.
Aku harus bertahan. Sebelum dia mematikan telepon, dia sudah sedikit agak merubah sikapnya menjadi lebih perhatian pada ku. Aku harap itu tak hanya terjadi saat itu saja. Tapi juga seterusnya.
Dia masih tetap tidak perhatian seperti dulu, tidak masalah bagiku. Asalkan dia tidak terlalu banyak diam saat telpon maupun bertemu dengan ku. Itu membuat ku makin serba salah di depannya.
Karena ku tau, kediamannya itu bukan diam yang biasa. Tapi diam yang menyimpan banyak hal. Tapi aku tak kuasa untuk membuatnya mengungkapkan semua nya pada ku. Meski aku mau, aku tetap tak bisa. Aku tak mau memaksa. Karena aku juga tak ingin dipaksa.
Aku biarkan saja. Semakin lama semakin diam saja. Semakin serba salah pula aku di depannya.
Makin memikirkan ini, makin pilu perasaan ku. Air mata ini menetes semakin derasnya. Tak dapat ku bendung alirannya.
Membasahi pipi.
Mengusik hati.
Pedih memikirkan mu.
Mencoba untuk tak memikirkan, tak bisa. Kau selalu hadir dalam tiap hembus nafasku.
Kau hidupku.
Kau yang membuatku merasakan berartinya aku ada di dunia ini.
Hanya kau yang ku mau ada untuk ku, temani setiap langkah hidupku.
Merajut kisah penuh kasih.
Menghadirkan ada disetiap mimpi.
Dan Bila kau bisa merasakan apa yang ku rasakan, tak akan pernah kau lakukan ini padaku.
Dan bila kau jadi aku, akan kau rasakan betapa berharganya dirimu bagiku.

No comments:

Post a Comment